Queer cinema always fascinates me.
Terlebih ketika film produksi Hollywood yang mencoba melangkah ke area yang
selalu sulit untuk diterjemahkan. Menarik untuk melihat bagaimana interpretasi
seorang sutradara dan rumah produksi Hollywood terhadap isu queer. Untuk kalian yang tidak tahu apa itu queer, istilah ini merupakan istilah awam yang biasa ditujukan untuk menyebutkan kelompok gay atau transgender. Namun sebenarnya, istilah queer tidak terbatas pada itu saja, melainkan dapat digunakan pada semua spektrum seksualitas, di luar heteroseksual.
Sekedar
informasi, The Danish Girl sendiri termasuk dalam kategori Queer Cinema, yang
antara lain didefinisikan dengan tiga kriteria yang antara lain; dibuat oleh
seorang queer, mengangkat tema yang berkaitan dengan isu queer, atau diceritakan dari sudut pandang queer. The Danish Girl mengangkat isu queer dengan mengisahkan kehidupan Einar Wegener, seorang pelukis
populer yang menjadi orang pertama yang melakukan operasi pergantian kelamin, yang termasuk dalan kategori queer.
Film
ini merupakan karya sutradara Tom Hooper yang telah banyak mencetak
prestasi lewat karya sebelumnya yakni The King’s Speech dan Les Miserables. Lewat
The Danish Girl, Tom menghidupkan kembali momentum besar dari sejarah
transgender. Lili Elbe adalah wanita pertama yang menjalani operasi perubahan kelamin dan kemudian identitasnya juga berubah secara hukum. Sebagai catatan, film ini tidak
seratus persen menjejak pada realitas secara keseluruhan. Film ini hasil
adaptasi dari novel yang terinspirasi dari kehidupan Einar Wegener. Jadi lebih tepat jika film ini disebut ‘terinspirasi dari kisah nyata’.
Kisah
dimulai dengan sekilas hubungan Einar (Eddie Redmayne) dan istrinya Gerda
Wegener (Alicia Vikander). Hubungan keduanya harmonis, meskipun sama-sama
pelukis, kehidupan mereka tampak bahagia, penuh canda, dan kasih sayang. Gerda
adalah sosok wanita berjiwa bebas dengan opini yang kuat. Ia menyeimbangkan Einar
yang lebih pendiam, senang menjadi pengamat, dan memuja Gerda sepenuh
hati.
Eddie Redmayne sebagai Lili Elbe/Einar Wegener
Transformasi
Einar dimulai ketika Gerda memintanya menjadi model untuk lukisan ballerina
yang tengah dibuatnya. Mengenakan stocking
dan sepatu berhak, serta memegang baju wanita, Einar seakan menemukan sisi
dirinya yang lain. Dari momen ini semuanya berlanjut, Einar kemudian mengikuti
permainan Gerda, berpura-pura menjadi wanita untuk menemani Gerda ke sebuah
pesta. Secara total pasangan ini menyiapkan kamuflase, tanpa mereka tahu bahwa
ini adalah awal dari perubahan besar dalam hidup mereka.
Sosok
Lili pun lahir untuk pertama kalinya. Mendebarkan sekaligus menyenangkan bagi
Einar. Konflik muncul saat Lili terlalu jauh mengikuti instingnya dan terpikat
pada Henrik (Ben Wishaw). Gerda pun mulai melihat suaminya berubah. Peristiwa
itu membuatnya tidak bisa kembali utuh menjadi suami Gerda. Lili semakin nyata, menenggelamkan Einar.
Eddie
Redmayne adalah aktor yang luar biasa. Ia meraih Oscar, Bafta, dan Golden
Globe, serta sederet penghargaan lainnya berkat perannya dalam The Theory
of Everything. Berbeda dengan tantangan fisik ketika ia bermain sebagai Stephen
Hawking, kali ini ia ditantang untuk menunjukan perubahan gender. Tak kasat
mata tapi harus terkesan nyata. Transformasi Lili bukan sekedar urusan makeup
atau gerakan gemulai. Eddie harus menjadi transparan, membiarkan audiens yang
mayoritas cisgender bersimpati padanya. Terhadap konflik batinnya. Sayangnya
visi tidak berhasil. Eddie hanya semata-mata memanfaatkan gestur dan raut wajah
tanpa betul-betul menyampaikan apa rasanya menjadi seorang Lili.
Alicia Vikander sebagai Gerda Wegener
Mungkin kekurangan ada pada interpretasi filmnya. The Danish Girl
seharusnya bercerita tentang Lili Elbe, wanita yang menemukan jati dirinya
dibalik ‘kesalahan’ fisiknya. Namun film ini justru membiarkan Gerda mengambil
posisi utama terlalu banyak. Kemelut Gerda sebagai sosok yang kehilangan suami
namun tetap menjadi sahabat yang baik, diperlihatkan begitu nyata dan kuat oleh
Alicia Vikander. Memang posisi Alicia jauh lebih mudah. Siapapun akan
bersimpati pada sosok heroine yang harus mengorbankan dirinya demi kebahagiaan
orang lain, bukan?
Permasalahan semakin nyata ketika menyadari screenplay karya
Lucinda Coxon gagal menampilkan semangat dari sosok Lili Elbe. Justru malah
terperangkap dalam drama heteroseksual yang bahkan buat sosok utama. Extreme
close-up khas Tom yang mungkin berhasil di Les Miserables, justru kali ini
tak lebih dari sekedar dramatisasi yang mengganggu. Membesar-besarkan air mata,
justru melupakan hal terpenting yakni semangat Lili Elbe untuk bebas menjadi
dirinya sendiri. Menentukan nasibnya sendiri.
The
Danish Girl jelas masuk dalam deretan queer cinema jika merujuk pada karakteristik yang ada, namun ia adalah anomali. Ia diangkat dari novel
yang tidak sepenuhnya menceritakan kebenaran, dan kisahnya juga semakin
terpecah ketika harus diadaptasi lewat visi Hollywood. Hanya menyentuh permukaan dan bermain pada identitas, tanpa benar-benar fokus pada kisah aslinya. Pada akhirnya The Danish Girl masuk dalam jajaran film Hollywood lainnya yang hanya mengusung sensasionalitas
dari tema transgender untuk meraih penonton. So it’s another missed opportunity for Hollywood, better luck next time!
Setuju banget Danish Girl itu ya Gerda buat gw, hihi, Vikander bner2 sukses mencuri film ini dari Redmayne
ReplyDelete(and I loved that fact !)
Kalon film secara keseluruhan sih..ya standar filmnya tom Hooper begitu sih ya, jadi ga ekspekstasi tinggi
#btw, salam kenal yaaa
Hai salam kenal.
DeleteSetuju banget kalau filmnya Tom Hooper sudah terlalu ketebak akan seperti apa.
:)
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete