Monday, September 7, 2015

A Separation (2011): 'A Fast and Furious' from Iran

I know it’s already to late to talk about this movie. But since I just finished it several days ago, I really want to talk about this movie. Film yang meraih Best Foreign Language Film di ajang Oscar beberapa tahun lalu ini rasanya tepat untuk mengawali kembali aktifnya blog ini.



Menyaksikan A Separation rasanya seperti mengintip kehidupan dua keluarga yang berbeda, dari kelas sosial yang berbeda, dan permasalahan masing-masing, yang saling berbenturan di tengah membentuk jalin konflik yang terhubung dengan kondisi sosial dan aspek religi di Iran.

Tirai pertunjukan dibuka Asghar Farhadi dengan adegan yang kuat. Sepasang suami istri, Nader (Peyman Moadi) dan Simin (Leila Hatami) dengan menggebu-gebu mengajukan tuntutan perceraian mereka. Simin mengatakan ketidakmauan Nader untuk meninggalkan Iran adalah alasannya menceraikan sang suami, bukan karena keburukan tingkah laku. Awalnya Nader dan Simin sepakat untuk pergi ke luar negeri demi mencari kehidupan yang lebih baik, terutama untuk anak perempuan mereka yang tengah beranjak remaja, Termeh (Sarina Farhadi). Namun Nader mundur dari rencana tersebut, dengan alasan tidak bisa meninggalkan ayahnya yang menderita Alzheimer.

Adegan pembuka antara Simin dan Nader.


Lewat sepenggal adegan pertama, kita belajar begitu buruknya kondisi di Negara asal sang sutradara. Hingga bisa mengguncang mahligai rumah tangga yang telah terjalin belasan tahun. Adegan demi adegan berlanjut, makin memperjelas gambaran mengenai Iran dengan konteks sosial, ekonomi, budaya, dan juga agama. Tuntutan perceraian yang ditolak membuat Simin memilih meninggalkan Nader dan Termeh. Nader kemudian mempekerjakan Razieh, seorang wanita muslim yang taat, untuk mengurus rumah dan ayahnya. Razieh (Sareh Bayat) sendiri hadir dengan konflik pribadinya. Ia berkutat antara jarak rumahnya yang jauh, kondisinya yang tengah hamil, kerepotan mengurus rumah Nader dan ayahnya yang tua, serta aturan agama yang membatasi ruang gerak perempuan. Namun semua kondisi tersebut terpaksa ditanggung demi uang untuk membantu suaminya.

Hodjat dan Razieh yang membawa konflik baru dalam kehidupan Simin dan Nader.

Membicarakan A Separation tanpa membocorkan plot adalah hal yang cukup sulit.  Farhadi membangun plot begitu padat, tanpa adegan percuma yang sekedar pengisi. Semuanya saling melengkapi sebagai kesatuan yang utuh. Adegan demi adegan, konflik demi konflik saling membangun menghasilkan ekskalasi situasi yang luar biasa cepat. Seminggu setelah perpisahannya dengan Simin, Nader telah berstatus tersangka pembunuhan atas janin di perut Razieh. Kehidupan Razieh sendiri makin kompleks dengan histeria suaminya, Hodjat yang mudah naik darah dan berperilaku senang menyakiti diri sendiri. Empat karakter utama, serta karakter-karakter yang muncul di pinggiran juga tidak dibangun secara instan, dalam durasi yang tidak terlalu panjang, kompleksitas karakter tetap terbangun. Kita mengenal Simin, Nader, Razieh, Hodjat, Termeh, dan sosok lainnya dengan cepat dan baik.

Sulit untuk memahami A Separation dalam sekali pemikiran. Dilihat secara besar, film ini menangkap ketegangan antar kelas di Iran. Bagaimana Simin-Nader dan Razieh-Hodjat mewakili dua kelas berbeda, yang memiliki konflik. Secara individu, kita juga melihat bagaimana keempat persona ini adalah manusia dengan segala kekurangan mereka, karakter yang tidak mungkin kita hujat karena kita dapat merasakan korelasi dengan kehidupan mereka. Tiap karakter membawa keributan dalam kehidupan karakter lainnya. Kekeraskepalaan, harga diri, ketakutan, dan kecemasan, membuat kita tak bisa memojokkan seseorang saja sebagai antagonis yang patut dibenci. Setiap karakter bahkan melakukan kebohongan atau mementingkan diri sendiri. Namun siapa bisa menghujat mereka? Karena di satu sisi kita bisa memahami tiap keputusan yang diambil keempat tokoh utama ini. 

Sosok observan dengan sisi intelegensia yang kentara muncul dari sosok Termeh. Gadis berusia 11 tahun ini menjadi pengamat dalam pertunjukan sirkus orang dewasa. Sesekali ia melontarkan pertanyaan menohok hasil pengamatannya. Membuatnya menjadi sosok terpintar dalam film ini. Lewat matanya yang awas ia mencoba mencari rasionalitas dari tiap hal yang dilihat dan didengarnya.

Menyimpulkan film ini menghasilkan imej akan potret Iran yang coba digambarkan oleh Asghar Farhadi. Menariknya lebih jauh, film ini menampilkan Iran dalam sisi sosial, ekonomi, budaya, dan agama. Serta bagaimana perbedaan gender begitu vital di negara ini. Namun Asghar juga seakan membisikan kita untuk melihat A Separation dalam lingkup yang lebih sempit, yakni saat ia berbicara mengenai hubungan antar manusia dengan segala konfliknya, yang tak mampu kita hujat karena memang begitulah terkadang cara kita hidup di dunia kita.